Jumat, 23 Januari 2015

REVIEW FILM- PENDEKAR TONGKAT EMAS

Pendekar Tongkat Emas

Nah awal tahun 2015 ni, aku mau ngepost tentang review film Pendekar Tongkat Emas hasil karya anak bangsa Indonesia. Nih salah satu film pertama Indonesia yang mau aku review dan aku posting di blog ini sebagai film pertama reviewan versiku. Film ino tayang di bioskop mulai 18 Desember 2014 lalu. Aku sih nontonnya pas awalan januari, lumayan banyak lah peminat penontonya.

Kenapa sih aku pilih film PTE atau Pendekar Tongkat Emas ? so, sebagai pemirsa atau peminat film bioskop, awal mulanya ketertarikan diawali liat cover posternya saat ngiklan di salah stasiun tv nasional. Aku pikir setelah sekian lama Indonesia sepertinya vakum dari film-film laga kayak gini, hal inilah yang bikin aku penasaran buat ngelanjut nonton ke bioskop, buat ngeliat visualisasi serta alur ceritanya. Di samping itu yang bikin pengen aku tonton tuh, artis-artis yang jadi pemain di film ini terkenal artis papan atas semua, dan menampilkan artis papan atas kawakan Christine Hakim yang menjadi pemeran sang guru Pendekar Tongkat Emas atau Cempaka.

Bagi yang belum nonton ini aku bagi dulu garis besar tentang film ini:

Jenis Film : Drama, Action
Produser : Mira Lesmana, Riri Riza
Produksi : MILES FILMS
Sutradara : Ifa Isfansyah

Nama Pasar : The Golden Cane  Warrior
Durasi 112 minute.

Sinopsis ala Cineplex:
Cempaka, Pendekar yang disegani dan sangat dihormati dalam dunia persilatan, adalah pemegang maha senjata dan jurus mematikan Tongkat Emas yang kekuatannya tak tertandingi. Cempaka yang mulai menua akan mewariskan senjata dan jurus Tongkat Emas kepada salah satu muridnya.
Pembunuhan dan pengkhianatan terjadi sebelum dunia persilatan mengetahui siapa ahli warisnya. Tongkat Emas jatuh ke tangan yang salah dan tak dapat dihindari, kekacauan terjadi. Satu satunya orang yang dapat membantu mengambil alih Tongkat Emas adalah Pendekar Naga Putih, bekas pasangan Cempaka, yang telah lama menghilang.
Pemeran Utama :
Eva Chelia (anak dari Sophia Muller ama Indra lesmana ituloo..) as Dara
Nicholas Saputra as Elang
Reza rahadian as Biru
Tara Basro as Gerhana
Aria Kusumah as Angin

Garis besar cerita:
Mengisahkan seorang pendekar dari sebuah padepokan yang bernama Pendekar Tongkat Emas, guru yang bernama Cempaka memiliki kekuatan bela diri tongkatnya yang amat terkenal dengan keahlian dan kekuataannya dalam bertanding dengan menggunakan tongkat. Ia memiliki 4 murid Dara, Biru, Angin dan Gerhana. Mereka semua adalah anak asuh Cempaka yang berasal dari musuh-musuh Cempaka yang telah kalah saat bertanding dengan Cempaka. 

Dara dan Angin sebagai anak terkecil asuhan Cempaka yang memiliki keahlian bela diri lebih rendah di banding Biru dan Gerhana. Ke empat anak Cempaka tersebut tidak pernah mengikuti pertarungan di arena perlombaan bela diri yang sering diadakan didaerah tersebut karena mereka merasa belum cukup ilmu mereka dalam mengikuti pertarungan dalam arena.

Cempaka yang tua, mulai sakit-sakitan dan merasa ilmunya tongkat emas harus diturunkan pada muridnya, sampai ketika ilmu tongkat emas di turunkan kepada Dara (Eva Chelia) dan semua murid tercengang mendengar hal tersebut. Biru dan Gerhana sebagai murid tertua merasa hal tersebut tidak adil bagi mereka, sehingga terjadilah konflik yang dimulai di film ini dari sebab tersebut.
untuk sinopsis lebih lengkap bisa klik : http://id.wikipedia.org/wiki/Pendekar_Tongkat_Emas

Munculnya Nicolas Saputra pada film ini sebagai sosok Elang yang misterius juga menambah penasaran para pemirsa pastinya karena semua bertanya apa dan mengapa dia keluar dalam cerita tersebut. Kisah cintapun juga membumbui dalam kisah perebutan tongkat emas dalam film tersebut.
hal ini menjadi kompleks dalam kisah cerita yang membuatnya tidak terlalu sederhana.

View Sumbawa yang ditampilkan pastinya memukau para penonton saat melihatnya, sayangnya menurutku sih ada beberapa pengambilan gambar yang sedikit goyah saat kamera bergerak pelan, mungkin untukku hal ini sedikit mengganggu tapi bagi yang lain yang tidak menyadarinya sih juga gak ap.. karena penampilan view Indonesia yang secara total menampilkan alam alami Indonesia ini menjadikan poin tersendiri bagi pemirsa asing yang melihatnya. Sangking nikmatnya mengamati setiap adegan pertarungan dan view pemandangan yang sangat apik membuat cerita ini cepat berlalu begitu aja, bagi yang belum nonton sih cepetan nonton aja, karena sajian film PTE ini lebih kompleks dari film Indonesia umumnya, patutnya bangga karena film Indonesia kali ini mulai banyak diperbaiki, dalam alur cerita sih gak terlalu berat kalo ditujukan untuk para remaja, sederhana, mengalir meski masih baik jalan cerita dari luar negeri, tapi untuk segmentasi dan audience Indonesia yang umumnya berpendidikan menengah cerita yang disajikan masih dalam kategori tepat.


Untuk Tampilan make up, terlihat lebih natural, namun aku sih belum tau pasti apakah emang iya baju pendekar di Indonesia yang tradisional seperti itu, karena yang aku lihat hampir mirip baju pendekar Cina pada umumnya, so aku g bahas sejarah bajunya, untuk make keseluruhan tampilannya lebih natural.

Namun pas selesai dari nonton film nih film, ada hal yang kurang greget yang saya rasa, kurangnya tampilan adegan silat secara duel, dan lebih banyak ditampilkan adegan secara close up, akan tetapi daripada film Indonesia pada umumnya film ini cukup lebih baik dari pada yang lain. Sekali lagi memang perfilman Indonesia khususnya mahasiswi DKV kayak aku nih harus lebih banyak belajar lagi dalam memvisualisasikan suatu karya, memang semua ini perlu proses tapi harapan baik untuk perfilman kita.

menurut pendapat dari: http://showbiz.liputan6.com/read/2152574/yang-terasa-kurang-dari-pendekar-tongkat-emas
Nah, kelemahan utama Pendekar Tongkat Emas justru pada adegan silatnya. Tidak ada adegan duel yang bikin penonton berdecak kagum saat melihat para pelakonnya memamerkan ilmu silatnya. Gerak kamera Gunnar Nimpuno terlalu sering mengambil sudut gambar close-up atau medium shot. Editan gambar W. Ichwandiardono juga terasa patah-patah. Saat sebuah jurus tonjokan atau hentakan toya dialamatkan ke lawan, kamera lalu menyorot sisi lawan. Tidak terasa adegan laga yang kontinyu.  
Hal ini membuat adegan duel kurang bisa dinikmati. Penonton menjadi berjarak dengan adegan laga yang menjadi pra syarat sebuah film silat kelas wahid. 
Seorang kawan memberi dalih, mungkin lantaran para aktor kita pada dasarnya bukan aktor laga. Makanya tak sehebat film kungfu adegan duelnya. Hm, dalih itu luluh saat film ini menggembar-gemborkan adegan laganya ditata koreagrafer silat asal Hong Kong, Xiong Xin Xin. Dengan waktu latihan yang cukup, seorang aktor/aktris bisa ditempa menjadi jago silat. Keanu Reeves, misalnya, tetap bisa menyuguhkan akting silat yang keren di The Matrix. 
Hm, kalau begitu yang seharusnya direkrut Miles Films adalah Yuen Wo Ping (koreografer laga Crouching Tiger, Hidden Dragon dan The Matrix), bukan Xiong Xin Xin? Ah, mungkin bujetnya tak cukup.
Lagipula, buat saya, kesalahan utama kenapa adegan laga Pendekar Tongkat Emas mungkin bukan pada sang koreografer laga, tapi pada sutradara. Ifa tampak kurang kreatif memanfaatkan hutan Sumba yang menjadi lokasi syuting. Atau, ia mungkin pada awalnya memang tak ingin membuat film silatnya seperti film kungfu. Ia memang ingin adegan laga sekadar bumbu. 
Yang utama baginya adalah cerita dan menyuguhkan pemandangan Sumba yang ciamik.

So buat pemirsa Indonesia awam umumnya film ini dianggap lebih menarik dan lebih menyajikan sesuatu hal lebih baik dari film umumnya yg tmpil di layar lebar Indonesia. Harapannya sih para perfilman lebih beragam lagi dalam menyajikan film" Indonesia yang gak melulu hantu"an.
Sebagai warga ayo kita nonton nih film, sebagai referensi dan perbaikan bagi kita juga yang mempelajari dunia film terkhususnya Desain Komunikasi Visual Indonesia.

Semangat dan Sukses Film Indonesia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hello.. Komentar mu.. Sangat berarti
감사합니다

Postingan