Bagi yang penasaran ato yang belum memahami apa sih arti dari bullying? kali ini aku mau ngepost dan ini hasil rangkuman dari beberapa web.
Jaman modern seperti sekarang, masa remaja, masa sekolah sangat terbiasa dengan sistem berteman secara kelompok atau yang disebut dengan geng, terkadang dari kumpulan-kumpulan geng dapat menimbulkan hal negatif, terjadinya persaingan antar kelompok, ataupun kelompok yang menyerang individu. Pada jaman seperti sekarang sifat toleransi terhadap sesama manusia terkadang dikesampingkan demi sebuah lelucon, akan tetapi dapat membuat hal tersebut menjadi kebablasan sehingga melupakan hak dari orang lain.
BULLYING adalah
perilaku agresif dan negatif. Perilaku tersebut dilakukan seorang atau
sekelompok orang berulang-ulang. Tujuannya, menyakiti korban secara
fisik maupun psikis.Perilaku seperti ini contohnya menjahili teman, membuat seorang teman menjadi barang lelucon yang sampai berlebihan, hal ini biasa terjadi dilingkungan sekolah sampai tingkat pendidikan. Segala tindak kekerasan yang terjadi semasa sekolah tak jarang
menimbulkan trauma yang melekat dalam jangka waktu yang lama dan dapat
berpengaruh pada perkembangan psikis dan perilaku seseorang.
Menurut dr Erikavitri Yulianti SpKJ, perilaku bullying dapat
muncul sejak remaja. Terutama remaja yang bermasalah perilaku kronis,
masalah emosional, dan perkembangan. Kelompok itu rentan menjadi pelaku
maupun korban bullying. ’’Satu karakteristik kunci pelaku bullying adalah miskinnya empati,’’ kata psikiater yang berpraktik di National Hospital Surabaya tersebut.Mereka merasa senang melihat penderitaan orang lain.Tentu korban sangat dirugikan. Terlebih, bullying adalah peristiwa yang traumatis. Karena itu, bullying berpeluang
besar meninggalkan pengaruh kepada diri seseorang. Dampak itu dapat
berlangsung sementara maupun berkelanjutan sampai menjadi orang tua.
Menurut
dokter 38 tahun tersebut, hal itu bergantung pada beberapa faktor. Di
antaranya, terapi yang diterima korban, kepribadian, dukungan
lingkungan, serta tingkat keparahan bullying.
Dokter
alumnus FK Unair Surabaya tersebut menegaskan, memori mengenai hal
traumatis itu akan dibawa sampai dewasa dan diinternalisasi dalam diri
seseorang. Korban bullying bakal tumbuh ’’mirip’’ dengan pelaku bullying yang mem-bully dirinya. Sadar atau tidak, orang tersebut akan bersifat otoriter.
Dra
Mierrina MSi menyebutkan, ada tiga jenis perilaku orang tua yang
menjadi korban traumatis. Pertama, orang tua sadar bahwa dirinya adalah
korban bullying lantas mudah mengatasi permasalahan pribadi
atau malah susah mengatasi problemnya. Jenis kedua, orang tua yang sadar
bahwa dirinya menjadi korban bullying namun tidak mau berubah. Jenis ketiga, orang tua yang tidak sadar bahwa dirinya menjadi korban bullying tetapi mudah mengembangkan diri.
Trauma bullying harus segera ditangani. Kalau tidak, hal tersebut dikhawatirkan berdampak terhadap anak. ’’Bullying psikis biasanya lebih membekas ketimbang bullying fisik.
Misalnya, punya pengalaman dikunci di kamar mandi. Akan timbul trauma
sehingga dilakukan kepada anaknya kelak,’’ terang psikolog yang
berpraktik di Siloam Hospitals Surabaya tersebut. Kasus bullying ini paling sering terjadi
di dunia sekolah, dimana anak-anak masih berkutat dalam pencarian jati
dirinya masing-masing sehingga ingin terlihat hebat dan kuat di mata
orang lain. Akibat dari bullying ini bisa berupa
rasa sakit hati, permusuhan, atau bahkan hingga memakan korban jiwa,
mulai dari terbunuh oleh teman-teman yang mem-bully atau bunuh diri karena frustasi.Para pelaku bullying ini berasal dari berbagai latar belakang sosial dan keluarga. Para siswa pelaku bullying ini biasanya merupakan anak korban broken home yang
kurang mendapat perhatian di rumah sehingga melampiaskan kekesalannya
di luar rumah. Selain itu, juga bisa anak yang dalam kesehariannya biasa
melihat kekerasan seperti itu, entah itu di keluarganya maupun di
lingkungan rumahnya sehingga ia mempraktekkannya di sekolah.
Jika anda orang tua dapat melakukan hal ini pada anak kalian atau anak didik kalian..
• Mengajarkan kemampuan asertif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan pendapat atau opini pada orang lain dengan cara yang tepat. Hal ini termasuk kemampuan untuk mengatakan TIDAK atas tekanan-tekanan yang didapatkan dari teman/pelaku bullying.
• Sekolah meningkatkan kesadaran akan adanya perilaku bullying (tidak semua anak paham apakah sebenarnya bullying itu) dan bahwa sekolah memiliki dan menjalankan kebijakan anti bullying. Murid harus bisa percaya bahwa jika ia menjadi korban, ia akan mendapatkan pertolongan. Sebaliknya, jika ia menjadi pelaku, sekolah juga akan bekerjasama dengan orangtua agar bisa bersama-sama membantu mengatasi permasalahannya.
• Memutus lingkaran konflik dan mendukung sikap bekerjasama antar anggota komunitas sekolah, tidak hanya interaksi antar murid dalam level yang sama tapi juga dari level yang berbeda.
Cara mencegah supaya anak tidak menjadi pelaku bullying :
Perilaku ini sebenarnya bisa dicegah jika sekolah dan orangtua memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai anak. Kunci utama dari antisipasi masalah disiplin dan bullying adalah hubungan yang baik dengan anak. Hubungan yang baik akan membuat anak terbuka dan percaya bahwa setiap masalah yang dihadapinya akan bisa diatasi dan bahwa orangtua dan guru akan selalu siap membantunya. Dari sinilah anak kemudian belajar untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat.
Cara bagaimana supaya anak tidak menjadi korban bullying :
Hal ini berkaitan erat dengan konsep diri anak. Jika anak memiliki konsep diri yang baik, dalam arti mengenal betul kelebihan dan kekurangan dirinya, ia tidak akan terganggu dengan tekanan-tekanan dari teman-teman atau pelaku bullying. Biasanya jika korban atau calon korban tidak menggubris, pelaku bullying tidak akan mendekatinya lagi.
Yang penting juga adalah membekali anak dengan keterampilan asertif, sehingga bisa memberikan pesan yang tepat pada pelaku bahwa dirinya bukan pihak yang bisa dijadikan korban.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto menawarkan konsep pembentukan karakter bagi para siswa. Terutama dalam meningkatkan rasa kepekaan terhadap sesama. “Mereka itu perlu pembentukan suatu karakter atau perilaku untuk bisa pahami orang lain, saya bilang coba anak-anak sekolah itu bawa ke tempat orang miskin dan tempat umum agar mereka tergugah bahwa ada lingkungan yang tidak sebaik mereka,” kata Prijanto di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jumat (28/10/2011).
Sementara itu hasil diskusi Bullying di THE CENTER FOR THE BETTERMENT OF EDUCATION, SAVE THE CHILDREN, Jakarta 12 Januari 2010, untuk ikut memberikan beberapa solusi dan rekomendasi dalam rangka mengurangi bullying di sekolah anak anak kita, yaitu:
Pencegahan Bullying Secara Preventif :
1. Sosialisasi antibullying kepada siswa, guru, orang tua siswa, dan segenap civitas akademika di sekolah.
2. Penerapan aturan di sekolah yang mengakomodasi aspek antibullying.
3. Membuat aturan antibullying yang disepakati oleh siswa, guru, institusi sekolah dan semua civitas akademika institusi pendidikan/ sekolah.
4. Penegakan aturan/sanksi/disiplin sesuai kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan sekolah, serta orang tua dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian sanksi.
5. Membangun komunikasi dan interaksi antarcivitas akademika.
6. Meminta Depdiknas memasukkan muatan kurikulum pendidikan nasional yang sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif anak/siswa agar tidak terjadi learning difficulties.
7. Pendidikan parenting agar orang tua memiliki pola asuh yang benar.
8. Mendesak Depdiknas memasukkan muatan kurikulum institusi pendidikan guru yang mengakomodasi antibullying.
9. Muatan media cetak, elektronik, film, dan internet tidak memuat bullying dan mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengawasi siaran yang memasukkan unsur bullying.
10. Perlunya kemudahan akses orang tua atau publik, lembaga terkait, ke institusi pendidikan/sekolah sebagai bentuk pengawasan untuk pencegahan dan penyelesaian bullying atau dibentuknya pos pengaduan bullying.
Solusi Ketika Telah Terjadi Bullying:
1. Pendekatan persuasive, personal, melalui teman (peer coaching).
2. Penegakan aturan/sanksi/disiplin sesuai kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan sekolah, serta orang tua dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian sanksi, lebih ditekankan pada penegakan sanksi humanis dan pengabdian kepada masyarakat (student service).
3. Dilakukan komunikasi dan interaksi antar pihak pelaku dan korban, serta orangtua.
4. Ekspose media yang memberikan penekanan munculnya efek negatif terhadap perbuatan bullying sehingga menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak melakukan perbuatan serupa.
Pencegahan buat anak yang menjadi korban bullying:
1. Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama ketika tidak ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di dekatnya. Ini berguna untuk pertahanan diri anak dalam segala situasi mengancam atau berbahaya, tidak saja dalam kasus bullying. Pertahanan diri ini dapat berbentuk fisik dan psikis.
Pertahanan diri Fisik : bela diri, berenang, kemampuan motorik yang baik (bersepeda, berlari), kesehatan yang prima.
Pertahanan diri Psikis : rasa percaya diri, berani, berakal sehat, kemampuan analisa sederhana, kemampuan melihat situasi (sederhana), kemampuan menyelesaikan masalah.
2. Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya. Untuk itu, selain kemampuan mempertahankan diri secara psikis seperti yang dijelaskan di no. 1a. Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak untuk bertoleransi terhadap beragam kejadian. Sesekali membiarkan (namun tetap mendampingi) anak merasakan kekecewaan, akan melatih toleransi dirinya.
3. Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang.
4. Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua. Dengan banyak berteman, diharapkan anak tidak terpilih menjadi korban bullying karena :
a. Kemungkinan ia sendiri berteman dengan pelaku, tanpa sadar bahwa temannya pelaku bullying pada teman lainnya.
b. Kemungkinan pelaku enggan memilih anak sebagai korban karena si anak memiliki banyak teman yang mungkin sekali akan membela si anak.
c. Sosialisasi yang baik dengan orang yang lebih tua, guru atau pengasuh atau lainnya, akan memudahkan anak ketika ia mengadukan tindakan kekerasan yang ia alami.
Penanganan buat anak yang menjadi pelaku Bullying:
1. Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga ahlinya agar masalah tertangani dengan baik dan selesai dengan tuntas.
2. Cari penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu penanganan. Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan ditangani secara berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam karena pernah menjadi korban.Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh agresifitasnya yang berbeda.
3. Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.
sumber:
http://www.jpnn.com/read/2014/08/23/253335/Bullying-Beri-Dampak-Berkelanjutan
http://www.hersays.com/category/Parenting/Dear-Parents/51/Bahaya-Bullying,-Traumatis-Hingga-Berujung-Dendam
https://nsholihat.wordpress.com/tag/cara-mengatasi-bullying/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hello.. Komentar mu.. Sangat berarti
감사합니다